Rabu, 16 Juni 2010

adab mencari rezeki yang halal

Adab Mencari Rezeki

Dunia adalah tempat kita bercocok tanam. Sedang akhirat, tempat kita menuai basil. Meski demikian, Islam tak pernah melarang umatnya untuk berikhtiar mengais rezeki dunia. Hanya saja, ada beberapa rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam mencari rezeki tersebut.

1. Mencari Rezeki adalah Ibadah
Motivasi paling kuat dalam mencari rezeki adalah menjadikannya sebagai amal ibadah. Firman Allah, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi, dan carilah karunia Allah sebanyak-banyaknya dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (al-Jumu’ah [62]: 10).

2. Memelihara Iman
Modal awal seorang Muslim dalam berusaha adalah takwa. Selain itu, ia juga menjadi kunci utama mendatangkan rezeki. Allah berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (ath-Thalaq [65[: 2-3).

3. Mencari yang Halal
Sabda Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam (SAW), "Tak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba sampai ia ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan? Tentang ilmunya, dalam hal apa dia amalkan? Tentang hartanya, darimana dia dapatkan dan kemana ia nafkahkan? Dan tentang badannya, dalam hal apa dia binasakan?" (Riwayat at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Targhib wa Tarhib).

4. Memperbanyak Istighfar dan Taubat
Firman Allah, "Maka Aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (Nuh [71]: 10-12).

5. Rajin Berinfak
Ibnu Katsir menjelaskan: Betapapun sedikit harta yang kamu infakkan pada perkara yang diperintahkan kepadamu, ataupun yang bersifat mubah (boleh), niscaya Allah pasti menggantinya untukmu di dunia. Sedang di akhirat kamu akan diberi pahala dan ganjaran. Firman Allah, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah sebaik-baik pemberi rezeki.” (Saba’ [34]: 39).

6. Ringan Tangan kepada Orang Lemah
Memuliakan dan suka menolong orang lemah menjadi salah satu rahasia dalam mencari rezeki. Sabda Nabi SAW, “Tidaklah kalian mendapatkan pertolongan dan mendapatkan rezeki melainkan disebabkan orang-orang lemah di antara kalian.” (Riwayat al-Bukhari).

7. Menyambung Tali Silaturahim
Sabda Rasulullah SAW, “Pelajarilah nasab-nasab kalian agar kalian dapat menyambung tali silaturahim kerabat-kerabat kalian. Karena sesungguhnya menyambung tali silaturaltim itu adalah sebab kecintaan di dalam keluarga, sebab berlimpahnya harta, dan sebab tertundanya ajal (umur diperpanjang).” (Riwayat Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim)

8. Tidak Meminta-minta
Sabda Nabi SAW, “Salah seorang dari kalian senantiasa meminta-minta sehingga dia akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak ada daging di wajahnya.” (Muttafaq ‘alaihi).

9. Bersikap Zuhud
Zuhud adalah obat penawar dari kegemerlapan dunia. Dengannya, seorang Muslim dapat terjaga dari fitnah dunia. Wasiat Nabi SAW, “Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang dalam perjalanan.” (Riwayat al-Bukhari)

10.Tawakkal kepada Allah
Firman Allah, “Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (Ath-Thalaq [65]:smile:. Tawakkal di sini tak bermakna berpangku tangan, tanpa mau berusaha sedikit pun.***[masykur/tyn/infokito.net]

Wallahu a’lam

Wabillahi taufik wal hidayah







Etos Kerja Islami

Firman Allah SWT:
“Dialah Yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
 (QS. al-Mulk:5)
Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia, paling kurang ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup. Artinya, bagi setiap orang harus tersedia tingkat kehidupan yang sesuai dengan kondisinya, sehingga ia mampu melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah serta berbagai tugas lainnya. Untuk mewujudkan hal itu, Islam mengajarkan, setiap orang dituntut untuk bekerja atau berusaha, menyebar di muka bumi, dan memanfaatkan rezeki pemberian Allah SWT.
Kata bekerja dalam ayat di atas mengandung arti sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang, baik sendiri atau bersama orang lain, untuk memproduksi suatu komoditi atau memberikan jasa. Kerja atau berusaha merupakan senjata utama untuk memerangi kemiskinan dan juga merupakan faktor utama untuk memperoleh penghasilan dan unsur penting untuk memakmurkan bumi dengan manusia sebagai kalifah seizin Allah.
Ajaran Islam, menyingkirkan semua faktor penghalang yang menghambat seseorang untuk bekerja dan berusaha di muka bumi. Banyak ajaran Islam yang secara idealis memotivasi seseorang, seringkali menjadi kontra produktif dalam pengamalannya. Ajaran tawakkal yang seringkali diartikan sebagai sikap pasrah tidaklah berarti meninggalkan kerja dan usaha yang merupakan sarana untuk memperoleh rezeki. Nabi Muhammad SAW, dalam sejumlah hadits, sangat menghargai kerja, seperti salah satu haditsnya yang berbunyi, Jika kalian tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Allah akan memberi kalian rezeki seperti Dia memberi rezeki kepada burung yang terbang tinggi dari sarangnya pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang di sore hari dengan perut kenyang.
Hadits di atas sebenarnya menganjurkan orang untuk bekerja, bahkan harus meninggalkan tempat tinggal pada pagi hari untuk mencari nafkah, bukan sebaliknya pasrah berdiam diri di tempat tinggal menunggu tersedianya kebutuhan hidup. Hal ini dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW yang berdagang lewat jalan darat dan laut dengan gigih dan ulet. Mereka bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing.
Dalam beberapa ayat di Al Quran, Allah telah menjamin rezeki dalam kehidupan seseorang, namun tidak akan diperoleh kecuali dengan bekerja atau berusaha, antara lain pada Surah Al-Jumu’ah ayat 10, dinyatakan; “Apabila telah ditunaikan Shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki adanya etos kerja yang tinggi bagi umatnya dalam memenuhi keinginannya, bukan semata-mata hanya dengan berdoa. Bahkan untuk memotivasi kegiatan perdagangan (bisnis), Rasulullah SAW bersabda: Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada. (HR Tirmidzi). Dan pada hadits yang lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa: Makanan yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah hasil usaha tangannya sendiri. (H.R. Bukhari)
Islam juga mengajarkan bahwa apabila peluang kerja atau berusaha di tempat tinggal asal (kampung halaman) tertutup, maka orang-orang yang mengalami hal tersebut dianjurkan merantau (hijrah) untuk memperbaiki kondisi kehidupannya karena bumi Allah luas dan rezeki-Nya tidak terbatas di suatu tempat, sebagaimana Firman Allah SWT: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak⦅ (QS. an-Nisaâ:100)
Ajaran Islam, sangat memotivasi seseorang untuk bekerja atau berusaha, dan menentang keras untuk meminta-minta (mengemis) kepada orang lain. Islam tidak membolehkan kaum penganggur dan pemalas menerima shadaqah, tetapi orang tersebut harus didorong agar mau bekerja dan mencari rezeki yang halal sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Bila seseorang meminta-minta harta kepada orang lain untuk mengumpulkannya, sesungguhnya dia mengemis bara api. Sebaiknya ia mengumpulkan harta sendiri.” (H.R. Muslim). Oleh karena itu, Islam, memberikan peringatan keras kepada yang meminta-minta (mengemis), sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim, bahwa mengemis kepada orang lain adalah tindakan zalim terhadap Rabbulâ alamin, hak tempat meminta, dan hak pengemis itu sendiri.
Tindakan zalim terhadap hak Rabbul’alamin artinya meminta, berharap, menghinakan diri, dan tunduk kepada selain Allah. Ia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, mempersembahkan sesuatu bukan kepada yang berhak, dan berlaku zalim terhadap tauhid dan keikhlasan. Berlaku zalim terhadap tempat meminta artinya menzalimi orang yang diminta sebab dengan mengajukan permintaan, ia menghadapkan orang yang diminta kepada pilihan sulit antara memuhi permintaannya atau menolaknya. Jika orang itu terpaksa memnuhi permintaanya, ada kemungkinan disertai dengan rasa dongkol. Namun bila tidak memberi, orang itu akan merasa malu. Sedangkan berlaku zalim terhadap diri sendiri artinya seorang pengemis menghina diri sendiri, menghamba bukan kepada Sang Pencipta, merendahkan martabat diri, dan rela menundukkan kepala kepada sesama makhluk. Ia menjual kesabaran, ketawakkalan, dan melalaikan tindakan mencegah diri dari mengemis kepada orang lain.
Islam menuntun setiap orang untuk mendayagunakan semua potensi dan mengarahkan segala dayanya, betapa pun kecilnya. Islam melarang seseorang mengemis sedangkan ia mempunyai sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk membuka peluang kerja yang akan mencukupi kebutuhannya. 
Islam mengajarkan, bahwa semua usaha yang dapat mendatangkan rezeki yang halal adalah sesuatu yang mulia, walaupun rezeki itu diperoleh dengan susah payah daripada mengemis dan meminta-minta kepada orang lain. Islam membimbing seseorang agar melakukan pekerjaan sesuai dengan kepribadian, kemampuan, dan kondisi lingkungannya, serta tidak membiarkan si lemah terombang-ambing tanpa pegangan.
Masyarakat Islam, baik penguasa maupun rakyat, diminta untuk mengerahkan segenap potensinya untuk menghilangkan kemiskinan. Mereka harus memanfaatkan semua kekayaan, sumber daya manusia maupun sumber daya alam sehingga akan meningkatkan produksi serta berkembangnya berbagai sumber kekayaan secara umum yang akan berdampak dalam pengentasan umat dari kemiskinan.
Umat Islam diminta bergandeng tangan menghilangkan semua cacat yang dapat merusak bangunan masyarakatnya. Masyarakat Islam dituntut menciptakan lapangan kerja dan membuka pintu untuk berusaha (berbisnis). Di samping itu, juga harus menyiapkan tenaga-tenaga ahli yang akan menangani pekerjaan tersebut. Hal ini merupakan kewajiban kolektif umat Islam. Namun, realitas yang ada di masyarakat Islam saat ini sangat jauh dari idealisme yang diajarkan Islam dalam memotivasi seseorang untuk menjadi berhasil dalam kehidupannya.
Faktor utama untuk kembali kepada ajaran motivasi Islam yang berorientasi kepada falah oriented, yakni menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat, adalah membangkitkan kembali semangat ukhuwah islamiyah di antara kita. Hal ini merupakan tugas kita semua secara bersama-sama sebagai umat Muslim yang peduli terhadap keluarga kita umat Islam di seluruh jagad raya agar tidak tertinggal dan dapat duduk sama rendah berdiri sama tinggiâ dengan umat lainnya di muka bumi ini. Dan, terakhir, perlu kita sadari, bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib kita tanpa kita sendiri mengubah nasib kita, dan oleh karena itu kita harus menjaga dan meningkatkan etos kerja kita agar kita tidak tertinggal oleh yang lain, sebagaimana firman Allah SWT:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS.13/ ar-Raâd: 11)
Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar